TEMPO.CO, Jakarta - Dulu saya pernah menjadi amat terpengaruh oleh apa yang terjadi di sosial media. Kesemrawutan di dunia maya membuat suasana hati saya semrawut juga. Hoax, berita yang tidak benar, kenyinyiran yang berseliweran di media sosial mempengaruhi diri saya secara langsung. Tidak hanya membuat saya gampang marah, bahkan membuat saya setiap pagi sesak napas karena naiknya asam lambung ke dada.
Saat itu saya merasa wajib untuk menjawab setiap postingan yang saya anggap ngawur dan tidak benar. Saya pun terjebak dalam lingkaran setan media sosial yang tidak berkesudahan. Kekalutan saya setiap membuka media sosial semakin parah.
Sampai suatu saat saya bisa mengendalikan emosi dan amarah. Saya menjadi begitu tenang dan mampu tersenyum saat melihat ada postingan yang paling ngawur sekali pun. Saya tidak terpancing untuk menanggapinya secara langsung. Saya juga tidak terpancing untuk membagikan link dari sebuah situs berita.
Apakah saya menjadi apatis dan tidak peduli?
Tidak!
Saya tetap peduli pada keadaan di negeri ini. Hanya saja, kini saya menyalurkan kepedulian itu dengan cara yang lebih baik. Bagi saya saat ini, menebarkan aura positif itu jauh lebih baik daripada menanggapi postingan ngawur secara reaktif.
Menebarkan aura positif di media sosial adalah bentuk kepedulian dan itu lebih baik dari sedekah apa pun. Ini adalah sedekah sosial yang ingin saya terus kerjakan. Seperti yang Allah firmankan di surat Al-Baqarah 263:
“Perkataan yang baik dan memaafkan orang lain itu lebih baik dari sedekah yang diikuti dengan perkataan yang menyakitkan. Dan Allah itu Maha Kaya lagi Maha Santun (Al-Halim).”
Al-Halim di ayat itu adalah salah satu nama/sifat Allah. Ada tiga makna Al-Halim:
- Santun. Ini adalah makna yang paling pas dengan kandungan ayat ini. Jadi, kita diminta untuk menjadi santun seperti Allah. Santun dalam ucapan, baik ketika bersedekah atau ketika melakukan hal lain.
- Perlahan. Bagaimana cara melakukan kesantunan? Ini terkait dengan makna kedua dari Al-Halim, yaitu mengerjakan sesuatu dengan perlahan. Tidak terburu-buru. Banyak perkataan tidak baik, postingan ngawur dan emosional yang muncul dari keterburu-buruan. Kita begitu reaktif dan memposting atau berbicara apa pun yang terlintas di benak kita saat mendapat stimulus dari luar. Melambatkan kerja otak akan membuat kita mampu berhenti dan mencerna dulu apa yang mesti kita bagikan ke orang lain.
- Terus menerus memberikan kebaikan. Al-Halim juga terkait dengan sifat Allah yang lain, Al-Karim atau penyantun. Memberikan terus menerus kebaikan yang tidak terputus. Kebaikan bisa berupa apa pun, termasuk omongan da postingan yang baik.
Dari ayat ini dan ketiga arti Al-Halim itu, saya kini bisa lebih woles dalam bermedia sosial.
Mari, sebarkan kebaikan yang terus menerus di mana pun kita berada.
Tulisan ini sudah dimuat di almuslim.co