TEMPO.CO, Magelang - Ada yang lain dari kunjungan saya ke Yogyakarta Maret lalu. Berbeda dengan yang lalu-lalu, kali ini saya akan merasakan momentum menikmati kemolekan matahari terbit di Candi Borobudur.
Saya pergi bersama rombongan. Perjalanan dimulai dinihari pukul 03.30. Seharusnya kami sudah berangkat jam 03.00. Ya, telat 30 menit dari waktu yang direncanakan sebelumnya. Keterlambaan ini pun akibat ulah saya. Saya baru tidur pukul 01.00 dan bangun pukul 03.00. Ah, untung tak ditinggal bus!
Perjalanan Yogyakarta-Magelang ditempuh sekitar 45 menit. Kami akan menuju kawasan Hotel Manohara. Kabarnya, di sana menjadi spot terbaik untuk menikmati matahari terbit alias sunrise.
Tiba di Borobudur, keadaan masih gelap gulita. Jam menunjukkan pukul 04.20. Saya masih bekesempatan untuk salah subuh. Alhamdulillah.
Cuaca saat itu cerah. Ini tentu tidak seperti hari-hari sebelumnya yang mendung dan turun hujan. Pagi itu, semesta bak mendukung rencana kami menikmati sunrise di Borobudur.
Setelah salat, saya dan rombongan diwajibkan memegang tiket masuk. Seluruhnya diberi sticker dan senter. Kami akan berjalan menuju candi. Tepat di puncaknya, melewati jalan yang berundak-undak.
Semula saya berpikir bahwa menuju ke atas itu jalannya lumayan mudah. Barangkali seperti yang pernah saya lalui pada 2007 lalu. Ternyata salah. Jalanan gelap gulita. Saran saya, jangan bawa yang berat-berat karena kita akan naik tangga yang tingginya lumayan. Oya, ketika hendak menuju candi, petugas mengecek tas kami. Ada 2 kali pengecekan.
Pukul 05.20, saya sudah berada di puncak. Cahaya matahari baru berupa semburat. Pemandu wisata menjelaskan sejarah Candi Borobudur sembari kami menunggu matahari terbit sempurna. Pemandu wisata itu bernama Mba Indien. Mba Indien sangat menyenangkan. Kalimat-kalimatnya lucu dan membuat kami tak bosan menunggu matahari tampak.
Saat yang dinantikan tiba. Tepat pukul 05.40, matahari mulai menampakkan kecantikannya. Subhanallah… Hal yang dimulai dengan drama pagi ini terbayar dengan pemandangan cantik. Saya menikmati matahari terbit di salah satu Candi terbesar di Indonesia, bahkan Asia Tenggara!
Saya tidak kuasa menahan haru, bahagia, takjub, bersyukur karena kesempatan yang ada. Saya langsung memutar haluan untuk mengusap air mata yang mulai menetes. Saya kemudian cengeng.
Beberapa teman asyik mengabadikan foto-foto matahari terbit. Saya memilih memisahkan diri dari rombongan. Saya ingin melihat Candi Borobodur dari sisi lain. Menurut saya, ini kesempatan yang langka bisa berkeliling Borobudur dipagi hari dengan suasana yang tidak terlalu ramai.
Berjalanlah saya disisi lain Borobudur. Saya menyaksikan kabut yang bertumpuk-tumpuk, puncak gunung di antaranya, dan stupa-stupa yang seolah-olah memanggil. Stupa ini bak menggambarkan banyak sifat manusia. Ada hal yang buruk, ada juga kebaikan dan kebijakan.
Rasanya belum puas. Namun panggilan untuk berkumpul bersama tim sudah dilayangkan. Saya lagi-lagi menjadi orang terakhir yang bergabung dengan tim. Saya melihat beberapa rekan sudah berkumpul di bawah. Rasanya sedih harus mengakhiri perjalanan ini. Saya masih rindu sedalam-dalamnya akan Candi Borobudur ini saat pagi. Entah kapan lagi bisa mengukir cerita di tempat ini. Namun saya bahagia.
Informasi Tambahan
- Tiket masuk menikmati matahari terbit lewat Hotel Manohara dibanderol Rp 325 ribu untuk wisatawan lokal.
- Wisatawan akan dipinjam senter. Setelah kembali ke resepsionis, pengunjung akan mendapatkan cenderamata berupa syal.
Artikel ini sudah tayang di ndueisndue.com