TEMPO.CO, Jakarta - Dari sebuah video di sosial media, Handry Satriago, pria yang saya kagumi sejak lama bercerita kisah hidupnya. Dia sudah duduk di kursi roda ini lebih dari 30 tahun. Ketika berumur 17 tahun dokter memvonisnya memiliki kanker kelenjar getah bening yang tumbuh di tulang belakang.
Dia sudah dibawa ke sejumlah dokter dan “orang pintar”, tapi kesehatannya terus menurun. Kakinya mulai goyah dan susah berjalan, hingga ia memutuskan untuk tidak sekolah. Saat itu dia sedang duduk di bangku SMA.
Pada suatu sore, setelah berbulan-bulan tidak sekolah, ibunya memanggil dia dan berkata, “Nak, ayo kita salat asar. Kamu jadi imam.”
Dia bilang ke ibunya, “Ma aku jalan saja sudah goyang, ini.”
Lalu ibunya menjawab, “Gak papa, ayo jadilah imam.”
Handry pun menuruti dan menjadi imam salat asar. Ketika rukuk di rakaat kedua, dia jatuh. Dan itu adalah hari terakhir dia bisa berdiri, saya bisa berjalan. “Ternyata Allah ingin saya gak bisa jalan. Ketika kejadian itu terjadi, saya merasa dunia gelap, saya marah pada Tuhan, saya marah pada semua hal, saya frustrasi luar biasa, saya mengurung diri di kamar berhari-hari, nggak mau ketemu orang,” kata dia.
Hingga akhirnya ayahnya mendobrak pintu kamar itu. Kemudian ayahnya membuka jendela, duduk di dipan, dan berkata, “Nak, Papa hanya ingin menyampaikan satu hal: hidup ini pilihan. Kalau kau memilih gak mau ngapa-ngapain, tidur aja di sini, ya gak papa. Kami sebagai orangtua paling bisa mendukungmu,” ujar ayah Handry Satriago.
“Tapi kalau itu pilihanmu, seumur hidup kau akan selalu merasa sedih. Karena kau akan selalu bandingkan hidup kau dengan hidup orang lain. Dan setiap hari kau lihat orang lain mampu melakukan sesuatu yang dulu bisa kau lakukan, maka kau akan sedih.”
Masih tetap duduk di dipan, ayahnya berkata lagi, “ Ada pilihan kedua nak. Itu seperti mendorong mobil di jalanan yang terjal. Gak boleh berhenti, karena kalau berhenti, mobilnya turun lagi. Harus terus didorong. Kalau kau capek, gak papa, pelan saja, tapi terus dorong. Jangan berhenti. Dulu kau suka manjat tebing, gak mungkin kau panjat tebing di kamar ini. Kau suka main teater, gak cukup kau main teater di kamar ini. Kau suka menangkap kupu-kupu, gak masuk banyak kupu-kupu ke kamar ini.”
Hanya itu yang dikatakan ayahnya. Setelah itu beliau pergi ke kantor.
Sepuluh menit sesudah itu, anak itu keluar dari kamar. Dia bilang ke ibunya, “Ma, saya ingin sekolah. Tolong panggilkan taksi,” kata dia.
Itulah momen kebangkitannya.
“Sejak hari itu, saya dorong mobil saya. Susahnya setengah mati. Tapi kalau saya tidak berani dorong mobil itu, gak sampai saya di sini. Gak mungkin saya bisa lihat lagi kampung saya di Payahkumbuh itu, gak mungkin saya bisa lihat Lombok, New York, Paris, Gorontalo, dan seterusnya, karena untuk naik pesawat saja susahnya setengah mati,” ujar dia.
Handry Satriago kemudian menamatkan SMA. Tidak hanya itu, dia akhirnya menamatkan kuliah S1 di Institut Pertanian Bogor pada 1993 dalam bidang Teknologi Agroindustri. Handry juga kemudian mendapatkan master di bidang managemen dari IPMI, Jakarta, dan MBA dari Monash University, Australia pada 1994. Delapan tahun lalu, ia mendapatkan gelar doktor di bidang strategic management dari Universitas Indonesia.
Setahun setelah mendapatkan gelar doktor itu dia menjadi CEO General Electric Indonesia. Orang Indonesia pertama yang menjabat CEO dari perusahaan multinasional itu.
Dia yakin, setiap orang punya kesusahan, dan kesusahan itu harus dihadapi, karena Allah akan memunculkan kekuatan khusus dari kesulitan tersebut:
“So teman-teman, setiap orang pasti punya kesusahannya. Anda pasti punya kesusahan masing-masing. Dan hanya ada bagian kesusahan yang dibuat oleh Allah untuk Anda sendiri untuk dihadapi. Berhentilah berharap orang lain mengerti apa yang anda susahkan, karena gak bakalan. Satu-satunya cara adalah menghadapinya. Ketika anda berani hadapi itu, maka ada sebuah kekuatan yang diberikan oleh yang Maha Kuasa yang tidak diberikan kepada semua orang. Kekuatan itu adalah kekuatan memantul balik. Yang membuat anda memantul tinggi setelah anda dihempaskan ke bawah. Jangan pernah takut pada kesusahan yang Anda hadapi. Apapun itu, jangan pernah menyerah.”
Tulisan ini sudah tayang di Almuslim