TEMPO.CO, Jakarta - Apa yang tergambar dalam ingatan saat mendengar kata Cirebon? Mendengar nama Cirebon biasanya identik dengan empal gentong, nasi jamblang, mie koclok serta aneka olahan ikan dan udang seperti terasi dan kerupuk. Namun ternyata Cirebon menyimpan banyak potensi yang selama ini belum terekspos secara luas bagi dunia luar. Di antaranya adalah minuman rosela dan batik Ciwaringin, serta beberapa hal lain yang kami temukan ketika jalan-jalan ke kota udang itu.
Obyek Wisata Banyu Panas
Terletak di Desa Palimanan Barat, Kecamatan Gempol, Cirebon, obyek wisata ini adalah sumber air panas alami yang mengandung berelang dan berkhasiat menyembuhkan beragam penyakit. Dulunya sumber air panas ini berupa kolam biasa saja di permukaan tanah dengan air yang bergejolak layaknya air mendidih. Lalu sebuah pabrikan semen membangun beberapa fasilitas untuk menunjang obyek wisata ini, seperti kolam pemandian bersuhu 38 derajat celcius, kolam berendam air panas, pancuran bilas, ruang ganti, MCK, saung dan sarana hiburan lain di sekelilingnya. Sejak diresmikan bulan Oktober 2010 masyarakat bisa lebih nyaman dan maksimal menikmati sumber air panas ini.
Tentu masuknya tidak gratis karena obyek wisaya ini butuh biaya perawatan. Tempat ini buka setiap hari dari jam 06:00-18:00 WIB. Pengelolaan obyek wisata ini dikelola oleh koperasi Manunggal Perkasa, dan selama tahun 2016 mencatatkan kunjugan lebih dari 9.500 wisatawan.
Pada saat kami datang, papan pengukur suhu di tepi kolam menunjukkan angka 39.7 derajat celcius. Wow! Berendam di air sepanas itu kalau saya sih paling cuma tahan secelup-dua celup! Pantas saja di pintu masuk ada peringatan pengunjung yang berendam harus keluar dari kolam setiap 10 menit. Istirahat dulu sejenak, nanti boleh berendam lagi. Saya hanya sempat mencelupkan tangan saja, itu pun cuma tahan selama 10 detik. Panas!
Di hari libur, kolam pemandian ini ramai pengunjung karena diyakini membantu mengatasi penyakit kulit seperti gatal-gatal, panu, kadas, kurap dan meringankan gejala rematik, pegal linu serta sakit persendian. Tak hanya itu, berendam di sini juga meringankan asma, melancarkan sirkulasi darah dan menjaga elastisitas kulit biar awet muda! Siapa ingin awet muda? Ke Cirebon yuk?
Rosela dan Keripik Nangka Enak di P4M
Sesudah pemandian air panas Palimanan, kami beranjak untuk menikmati jajanan nikmat berupa keripik nangka, keripik singkong pedas dan minuman rosela. Semua ini ada di Pusat Penelitian, Pelatihan dan Pemberdayaan Masyarakat (P4M), sebuah tempat penelitian dan entrepreneur agribisnis bagi masyarakat yang diprakarsai oleh Indocement. Di sini warga bisa meningkatkan pengetahuan di bidang pertanian, perikanan, dan peternakan dengan mengoptimalkan sumber daya yang ada di desanya. P4M pertama beroperasi sejak 2009.
Di dalam green house-nya saya senang banget melihat aneka sayuran hijau berjajar rapi dalam pipa-pipa hidroponik. Kembang kol dan seledri tampak mendominasi rumah kaca ini, selain beberapa jenis tanaman hias. Di luar green housemasih ada beragam jenis tanaman seperti terong, tomat, buah naga, jeruk bali, mangga, belimbing, dan masih banyak lagi. Bahkan lidah buayanya nampak subur sekali!
Selain green house dan lahan budidaya tanaman, P4M juga menyediakan kolam ikan, kebun bibit, laboratorium, peternakan domba dan sapi, lahan percobaan tanaman pangan dan sayur serta kumbung untuk budidaya jamur. Jika sudah panen, P4M juga membantu pengolahan dan pengemasan sebagian hasil panennya, terutama mengolah nangka, singkong dan pisang menjadi keripik. Sementara bunga rosela diolah menjadi minuman segar berkhasiat dalam botol.
Jadi sore itu setelah keliling melihat tanaman, kami duduk-duduk menikmati manis dan renyahnya keripik nangka sembari menyeruput minuman rosela di tepi kolam ikan. Sedap!
Kampung Batik Tulis Ciwaringin
Ciwaringin yang tak kalah bagusnya. Malah batik Ciwaringin ini unggul karena dibuat dengan cara tradisional alias batik tulis, dan sebagian besar menggunakan pewarna alami sehingga aman bagi lingkungan. Para perajinnya sudah mendapatkan pelatihan produksi bersih dengan pewarna alami, serta bantuan lain dari Indocement sejak tahun 2005.
Begitu masuk salah satu rumah pembatik di kampung Ciwaringin ini, perhatian saya langsung tersita oleh deretan kain batik berwarna putih-biru yang digantung. Warna birunya didapat dari ekstrak indigo, sejenis rumput yang biasa untuk pakan ternak. Selain itu juga ada warna-warna lain seperti hijau, merah bata, kuning, cokelat dan hitam.
Seorang ibu pembatik menjelaskan, tidak perlu kuatir tangannya kena pewarna karena ini pewarna alami yang aman dan hilang dengan sendirinya dalam tempo satu hari. Satu helai kain batik tulis Ciwaringin dijual dengan harga rata-rata Rp 300 - 500 ribu, beberapa jenis yang prosesnya lebih advanced bisa dihargai hingga 900 ribu rupiah. Wajar lah ya, mengingat proses membuatnya yang rumit, lama dan menggunakan bahan alami.
Ciri khas batik Ciwaringin:
- Menggunakan pewarna alami
- Pembuatannya full batik tulis
- Motifnya lugas dan sederhana
- Karakteristik batik pedalaman
- Motif khasnya adalah Pecutan dan Piring Sedapur
Berkat beragam keunggulannya, tahun ini Kampung Batik Tulis Pewarna Alami Ciwaringin mendapatkan penghargaan Platinum Tingkat Nasional dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas sebagai best practice for MDG to SDG’s kategori Tanpa Kemiskinan. Keren ya?
Tuntas sudah acara jalan-jalan kami ke Cirebon. Sorenya menjelang kembali ke Jakarta kami sempatkan mampir mencicipi tahu gejrot, mie koclok dan kerupuk sambel di seberang stasiun Cirebon. Oh, pada saat makan siang tentu kami sudah mencicipi empal gentong yang berkuah santan dan empal asam berkuah bening. Keduanya enak! Saya lebih suka yang kuah bening tanpa santan karena rasanya lebih segar. Kamu pernah ke Cirebon? Apa yang paling kamu sukai dari kota ini?
Tulisan ini sudah tayang di Lifetimejourney.me