TEMPO.CO, Jakarta - Suara Mustafa Daood, ikon grup musik gambus DEBU mengalun syahdu di sore yang liris berlatar belakang Gunung Tambora yang manis. Siang itu, di sebuah pulau kecil bernama Gili Gambus, di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Mustafa Daood memetik sitarnya dengan sepenuh hati, melantukan lagu Malam Ini. Spontan warga ikut bersenandung. Saya pun terhanyut, turut mengangguk-anggukkan kepala dan melafalkan liriknya.
Ada apa tiba-tiba Mustafa Daood, icon grup musik DEBU, tampil di sebuah pulau terpencil di Kabupaten Sumbawa?
Latar belakangnya membawa kita menengok jauh ke belakang, hingga 201 tahun lalu saat Gunung Tambora meletus di bulan April tahun 1815. Letusan Gunung Tambora ketika itu menciptakan hujan abu vulkanik hingga ke Kalimantan, Jawa, Sulawesi dan Maluku. Bahkan efeknya terasa hingga ke Eropa dan Amerika. Mengutip sebuah sumber:
Satu tahun berikutnya (1816) sering disebut sebagai tahun-tahun musim panas karena perubahan drastis dari cuaca Amerika Utara dan Eropa karena debu yang dihasilkan dari letusan Tambora ini. Akibat perubahan iklim yang drastis ini banyak panen yang gagal dan kematian ternak di Belahan Utara yang menyebabkan terjadinya kelaparan terburuk pada abad ke-19.
Wow… Kebayang nggak apa impaknya kalau letusan gunung berapi sedahsyat itu terjadi di jaman modern saat arus informasi dan social media bergemuruh tanpa henti?
Tak heran setiap tahun dilakukan peringatan atas peristiwa tersebut sekaligus untuk memperkenalkan wisata Tambora kepada dunia. Bertajuk Ziarah Tambora-Moving Festival, peringatan tahun ini unik sekali. Namanya moving festival ya, bergerak! Jadi festival ini diadakan berkeliling dari satu tempat ke tempat lain di sekitar Gunung Tambora di Sumbawa.
Tak hanya pertunjukan musik yang melibatkan 16 seniman dari 12 negara, tapi juga ada teater, sedekah laut, lomba mancing, parade perahu hias, Tambora trail run dan pemutaran film. Rencananya festival ini akan diadakan secara berkala setiap tahun, semoga dengan line-up yang semakin seru. Jadi kalau terlewat festival tahun ini, masih bisa datang tahun depan. Nah, lalu bagaimana caranya kalau mau datang ke Gili Gambus dan Gili Tapan, pulau kecil lain di Teluk Saleh, Kabupaten Sumbawa?
Transportasi
Naik pesawat ke Sumbawa Besar (biasanya transit di Praya, Lombok) lalu naik mobil sekitar 1 jam ke Pelabuhan Jonggar. Dari situ bisa naik kapal warga atau menyewa (kalau datang ramean enakan sewa, bisa patungan) ke gili atau pulau manapun di sekitar Teluk Saleh. Banyak pulau-pulau kecil yang cantik di perairan ini, seperti Gili Tapan, Gili Gambus, Pulau Meriam Besar, Pulau Meriam Kecil dan agak jauh sedikit bisa ke Pulau Moyo atau Satonda. Yak, silakan menikmati foto-fotonya:
Pelabuhan Jonggar, point penyeberangan dari Sumbawa Besar ke gili-gili di sekitarnya. Foto aerial di atas dipersembahkan dengan penuh dedikasi oleh kawan saya, Saifanah.
Foto yang satu ini dijepret oleh kawan saya, si Bolang. Tampak Mustafa Daood (duduk di pohon, kaus hijau) dan beberapa musisi lain main musik di Gili Gambus, dinikmati bersama warga. Sebelah kiri Mustafa itu, yang berkaus coklat, adalah musisi dari Meksiko, kalau dari jarak dekat baru kelihatan gantengnya.
Foto terakhir itu penting nggak penting, sebagai bukti otentik aja kalau kami beneran ke sana.
Terlihat jelas kan, siapa di antara kami yang kemana-mana langsung jadi idola dan dikerubutin anak-anak setempat?
Akomodasi
Di Sumbawa Besar ada pilihan tempat menginap seperti Samawa Hotel transit atau Hotel Tambora. Kami menginap di kedua hotel itu, bergantian. Fasilitasnya mirip, harga setara, keduanya terletak secara strategis, tapi saya pribadi lebih suka Samawa hotel transit karena lebih bersih, lebih nyaman dan pilihan hidangan sarapannya lebih beragam.
Bisa menginap di Gili Tapan, ada beberapa rumah penduduk yang bisa menerima tamu, jadinya semacam home stay gitu. Tapi bila ingin island hopping dan pulang ke Sumbawa Besar di sore hari juga oke. Para musisi manca negara itu pada tidur di tenda di puncak bukit Gili Tapan yang menghadap ke laut. Seru kayaknya!
Bisa juga live-on-board alias menginap di atas kapal dan berkeliling di sekitar Teluk Saleh. Saya belum mengeksplorasi option ini, semoga tahun depan.
Budget
Tiket pesawat Jakarta-Sumbawa dengan Batik Air seharga Rp 750.000, atau dengan Garuda seharga Rp 1.050.000. Bisik-bisik sama abang yang membawa kami ke Gili Tapan, katanya bisa mengantar pengunjung dari Sumbawa ke Gili Tapan dengan tarif Rp 400.000-500.000 PP. Hotel di Sumbawa besar kisaran harganya antara 300-500 ribu. Jadi silakan dihitung sendiri berdasarkan kebutuhan, dan berapa lama mau di sana.
Persiapan lain
Sumbawa masih terhitung sebagai salah satu daerah endemik malaria di Indonesia, jadi perlu hati-hati. Boleh minum pil anti malaria atau minimal pakai lotion anti nyamuk sebagai pencegahan. Sebaiknya membawa snorkel dan perlengkapan sendiri kalau mau nyebur, karena pulau-pulau di Teluk Saleh ini masih sangat alami, belum tersentuh pedang bermata dua bernama industri pariwisata.
Sinyal GSM di sekitar Teluk Saleh juga masih sulit, kadang ada, sering tiada. Jadi beri tahu kekasih dan handai taulan kalau kamu bakal susah ditelefon, apa lagi di whats-app. Bagi saya, ketiadaan sinyal GSM ini adalah blessing in disguise, kita jadi bisa fokus menikmati keindahan dan kemurnian alam. Ya kan?
Jadi, tahun depan pas ada Ziarah Gunung Tambora, kita ke Sumbawa bareng yuk?
Tulisan ini sudah ditulis pada 14 April 2016 dan sudah tayang di Lifetimejourney.me