Islam Nusantara atau Bukan, Bicarakan dengan Kepala Dingin

Senin, 23 Juli 2018 03:10 WIB

Sejumlah santri mengaji Kitab Kuning di komplek Pondok Pesantren (Ponpes) Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, 30 Mei 2017. ANTARA/Zabur Karuru

TEMPO.CO, Jakarta - Belakangan ini ramai orang memperdebatkan soal Islam Nusantara. Ada yang mendukungnya karena ingin menjaga nilai-nilai luhur yang sudah ada di Indonesia sejak masa lalu, ada juga yang menolak karena dianggap hal ini dapat menodai kemurnian ajaran Islam.

Saya tidak mau masuk ke dalam perdebatan itu. Setidaknya untuk tulisan ini. Saya hanya ingin membahas sedikit soal letak dari nilai-nilai lokal dalam Islam.

Untuk memulai ini, saya ingin mengutip sedikit pendapat dari cendikiawan Muslim,almarhum Kuntowijoyo. Dalam salah satu bukunya (yang terbit jauh sebelum ramai-ramai soal Islam Nusantara dan setahu saya belum pernah diperdebatkan), beliau menggambarkan universalitas dan lokalitas Islam itu seperti permainan badminton atau olahraga apapun.

Di dunia manapun, peraturan dan cara menghitung permainan badminton atau sepakbola itu baku, ada standarnya. Soal gaya main berbeda antara pemain Indonesia dan Denmark itu masalah lain.

Di sepakbola, mau main pakai Total Football, mau pakai Tiki Taka, mau pakai gaya Panser Jerman yang menusuk lewat sayap, mau digocek dulu kayak pemain Amerika Latin, terserah. Yang penting semua dilakukan dalam koridor aturan yang dibuat FIFA.

Advertising
Advertising

Dalam berislam juga demikian. Soal salat, misalnya. Aturannya jelas, meski ada sedikit khilafiyah dalam detailnya. Dari Maroko sampai Merauke, orang salat dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, baca Al-Fatihah di setiap rakaat, dan lain sebagainya.

Tapi, kata Kuntowijoyo, mau kita salat pakai jubah, pakai sarung, pakai celana jins, gak masalah. Yang penting menutup aurat. Demikian juga dengan masjid. Asalkan suci dan menghadap kiblat, kita tidak perlu pusing oleh atapnya–mau berkubah atau pakai atap limasan gaya Jawa, sak karepmu.

Aturan salat (termasuk soal doa dalam salat yang berbahasa Arab) adalah hal universal yang tidak boleh diubah. Sedangkan bentuk masjid dan sarung atau jubah adalah kelokalan yang bisa berbeda-beda.

Salat dan haji adalah dua ibadah yang secara detil harus mencontoh Nabi SAW, termasuk dalam doa-doa di dalamnya. Bahkan dalam haji, kita harus meninggalkan baju lokal (sarung Melayu atau jubah Arab) dan memakai pakaian khusus. Beda dengan puasa, misalnya, yang meski ada ketentuan detail, tapi kita memiliki keluasan untuk menggunakan doa sendiri dengan bahasa apapun.

Saya kira, baik teman-teman yang pro atau kontra Islam Nusantara menyetujui hal-hal di atas. Kalaupun ada yang tidak disepakati, mari dibicarakan dengan kepala dingin dan keinginan untuk saling mengingatkan. Bukan dengan hati panas dan keinginan untuk saling menjatuhkan.

Tulisan sudah tayang di Almuslim

Berita terkait

Fakta Uzbekistan, Negara Asal Imam Bukhari yang Pernah Dicengkram Uni Soviet

6 hari lalu

Fakta Uzbekistan, Negara Asal Imam Bukhari yang Pernah Dicengkram Uni Soviet

Uzbekistan, tempat kelahiran Imam Bukhari, seorang periwayat hadis yang dihormati.

Baca Selengkapnya

7 Influencer Mualaf Terkenal dari Korea

13 hari lalu

7 Influencer Mualaf Terkenal dari Korea

Kiprah sejumlah influencer mualaf ikut mewarnai penyebaran Islam di Korea

Baca Selengkapnya

Kisah Masuknya Islam ke Korea Sebelum Diwarnai Daud Kim dan Influencer Mualaf Lainnya

13 hari lalu

Kisah Masuknya Islam ke Korea Sebelum Diwarnai Daud Kim dan Influencer Mualaf Lainnya

Jauh sebelum viralnya infuencer Mualaf seperti Daud Kim, Islam masuk ke Korea sejak tahun 1950-an.

Baca Selengkapnya

Kongres Pemuda Indonesia Laporkan Pendeta Gilbert Lumoindong ke Polda Metro Jaya atas Kasus Penistaan Agama

14 hari lalu

Kongres Pemuda Indonesia Laporkan Pendeta Gilbert Lumoindong ke Polda Metro Jaya atas Kasus Penistaan Agama

Ketua Kongres Pemuda Indonesia atau KPI Jakarta Sapto Wibowo Sutanto melaporkan pendeta Gilbert Lumoindong ke Polda Metro Jaya pada 19 April 2024.

Baca Selengkapnya

Sebut Serangan ke Israel sebagai Pertahanan Diri yang Sah, Ini Profil Presiden Iran Ebrahim Raisi

20 hari lalu

Sebut Serangan ke Israel sebagai Pertahanan Diri yang Sah, Ini Profil Presiden Iran Ebrahim Raisi

Y.M. Seyyed Ebrahim Raisi atau lebih dikenal sebagai Ebrahim Raisi merupakan seorang politikus konservatif dan prinsipil Iran serta ahli hukum Islam.

Baca Selengkapnya

Simpang Siur Identitas Penyerang Australia, Sempat Dikira Ekstremis Yahudi dan Islam

20 hari lalu

Simpang Siur Identitas Penyerang Australia, Sempat Dikira Ekstremis Yahudi dan Islam

Berbagai akun X dengan banyak pengikut menuduh pelaku penusukan di Australia sebagai ekstremis Islam atau Yahudi

Baca Selengkapnya

Sejarah dan Filosofi Ketupat, Makanan yang Identik dengan Lebaran

25 hari lalu

Sejarah dan Filosofi Ketupat, Makanan yang Identik dengan Lebaran

Ketupat memiliki sejarah yang panjang selain identik dengan hari raya Idul Fitri atau Lebaran.

Baca Selengkapnya

Eksekutif Minimarket Malaysia Didakwa atas Penjualan Kaus Kaki Bertuliskan Allah

40 hari lalu

Eksekutif Minimarket Malaysia Didakwa atas Penjualan Kaus Kaki Bertuliskan Allah

Beberapa pasang kaus kaki bertuliskan "Allah" dijual di salah satu toko KK Super Mart, sehingga memicu kemarahan publik Malaysia

Baca Selengkapnya

Islamofobia: Menelusuri Pandangan Ini di Barat dan Indonesia

41 hari lalu

Islamofobia: Menelusuri Pandangan Ini di Barat dan Indonesia

Kata Islamofobia sudah lama menjadi sorotan para akademikus dan pemerhati studi Islam

Baca Selengkapnya

KBRI Austria Buka Puasa Bersama dengan WNI Muslim di Wina

41 hari lalu

KBRI Austria Buka Puasa Bersama dengan WNI Muslim di Wina

Dubes RI untuk Austria mengadakan acara buka puasa bersama dengan organisasi-organisasi Islam dan 200 WNI di Wina.

Baca Selengkapnya