15 Menit yang Berharga Bersama Driver Online Go-Jek

Jumat, 10 Agustus 2018 20:04 WIB

Ellon, seorang pengemudi Go-Jek telah mampu memberikan nafkah kepada kedua anaknya lebih tinggi dari upah minimum regional. Sumber: swa.co.id

TEMPO.CO, Jakarta - Di Binus Business School, pengetahuan bisa bersumber dari mana saja, termasuk driver online Go-Jek. Pada Sabtu lalu, di kelas Executing Business Strategy, dosen kami, Pak Firdaus Alamsjah, meminta mahasiswa memesan makanan melalui Go-Jek untuk menguji secara langsung layanannya. Hari itu kami sedang membahas studi kasus perusahaan yang didirikan Nadiem Makarin yang dipublikasikan Nanyangn Technological University Singapura,

Sudah banyak akademikus dan penerbitan bergengsi membahas Go-Jek, terutama membedah strategi Nadiem, kelahiran 1984 lulusan MBA dari Harvard Business School, mengubah Go-Jek yang kurang populer ketika diluncurkan pada 2010 menjadi perusahaan berpredikat kuda bercula satu alias unicorn pada 2016. Ini sebutan untuk perusahaan yang nilainya (termasuk pendanaan) tembus US$ 1 miliar atau Rp 13 triliun. Tahun ini, valuasi Go-Jek Rp 53 triliun setelah disuntik modal oleh gergasi Google.

Nadiem Makarim (Tempo, 2016)

Di awal pendiriannya, Nadiem mengandalkan 20 pengemudi Go-Jek dengan pemesanan melalui telepon dan SMS. Ia terinspirasi membuat layanan ini karena acap terjebak macet setiap berangkat dan pulang kerja dari kantornya di McKinsey, lembaga konsultan bisnis, di Wisma GKBI Jakarta, di kawasan Semanggi.

Call-center itu ternyata kurang diminati konsumen karena ribet. Nadiem lalu mengubahnya menjadi aplikasi tiga tahun kemudian, sebagai mana Uber yang sudah populer di Amerika. Sejak itu Go-Jek menjadi aplikasi terkenal seiring makin banyaknya orang Indonesia yang memakai telepon pintar.

Advertising
Advertising

Maka, jadilah hari itu dua pengemudi Go-Jek menjadi dosen tamu. Mereka Pak Ibrahim dan Pak Syamsul. Pak Syamsul tiba lebih dulu karena mengirim pesanan kopi-susu Temu yang tokonya ada di Jalan Senopati, hanya dua kilometer dari Kampus Binus di Senayan. Ia tiba di kampus tujuh menit setelah kami memesannya. Pak Ibrahim tiba sepuluh menit kemudian mengantar pisang goreng Ibu Ninik di tanjung Duren, 10 kilometer dari Binus.

Pak Firdaus meminta izin kepada keduanya memakai waktu kerja mereka untuk ditanyai seputar layanan Go-Jek. “Jangan lebih dari 15 menit,” kata Pak Ibrahim, dengan mimik yang serius. “Kalau lebih dari itu saya bisa tidak mendapatkan poin.”

Pak Ibrahim lalu menjelaskan bagaimana sistem poin Go-Jek amat berpengaruh pada penghasilannya dalam sehari. Waktu 15 menit itu bisa jadi seharga 1 poin yang harus ia kumpulkan agar genap 30 sehari untuk mengejar bonus Rp 200.000. Jika dalam sehari ia tak mendapat jumlah poin itu, Pak Ibrahim hanya memperoleh penghasilan dari ongkos ojek saja, ditambah tip dari penumpang jika ada. “Ongkos mah tak seberapa, pak,” kata dia.

Dengan tangkas ia mencontohkan jika dalam sehari ia mengantarkan penumpang sebanyak 10 trip dan ongkos tiap perjalanan Rp 10.000, ia hanya membawa pulang Rp 100.000. Soalnya, Go-Jek kini sudah menurunkan tarif per kilometer dari Rp 4.000 menjadi Rp 1.500 per kilometer saja. Tarif yang berkurang plus pengemudi yang kian banyak membuat persaingan antar pengemudi Go-Jek menjadi sengit.

Maka Pak Ibrahim dan Pak Syamsul mengandalkan poin untuk membukukan penghasilan. Keduanya lebih senang mengumpulkannya lewat order makanan. Mesin algoritma Go-Jek akan memberi tahu pengemudi mana saja restoran yang paling laris dan paling dekat dengan mereka. Pak Syamsul nongkrong di dekat kopi Temu karena, kata dia, di sekitarnya banyak restoran yang sering mendapat order melalui aplikasi.

Pak Syamsul bekerja 13 jam sehari. Ia narik penumpang jam 7-11 pagi, lalu istirahat, mulai lagi jam 1-3 siang, istirahat lagi, dan mulai narik lagi jam 4 hingga pukul 10 malam. Total penghasilan dari ongkos, tip, dan bonus poin sebesar Rp 500 ribu. Dari jumlah itu, Go-Jek menarik 20 persen. Pak Syamsul sudah setahun menjadi pengemudi dan tak menyesal telah keluar bekerja sebagai kepala pengawas di sebuah restoran besar di Cikini.

Dari Pak Syamsul dan Pak Ibrahim kami juga tahu bagaimana mesin algoritma Go-Jek bekerja. Mesin Go-Jek akan mengarahkan pesanan terdekat kepada para pengemudi baru sehingga mereka banjir order dan bisa membukukan poin dalam waktu cepat. Cara ini membuat para pengemudi “ketagihan” narik atau istilah populer di kalangan pengemudi: Gacor, gampang cari orderan. Hingga tiba waktunya pesanan mulai berkurang karena dibuka untuk pengemudi lain.

Itulah kenapa banyak cerita pengemudi yang mengeluh penghasilannya berkurang setelah agak lama bergabung dengan Go-Jek. Persaingan menjadi ketat karena kendati jumlah pesanan bertambah, pengemudi yang melihatnya di aplikasi menjadi bertambah juga. Rebutan penumpang dan tekanan mengumpulkan poin untuk membukukan bonus menjadi tak terelakkan. “Tapi itu juga tergantung kita, pak,” kata Pak Syamsul. “Kalau rajin mah poin dapat terus.”

Maka, kata Pak Ibrahim, menjadi pengemudi Go-Jek harus punya siasat juga. Ia, misalnya, lebih senang antar-jemput makanan karena mesin algoritma memberi tahu mana saja restoran yang terlaris dan terdekat dengannya dan jarak tempuhnya tak terlalu jauh. Mesin algoritma juga biasanya mengarahkan konsumen membeli makanan dari restoran yang terdekat, lalu terlaris atau terpopuler di kawasan tempat memesannya.

Waktu menjadi faktor yang menentukan apakah para pengemudi Go-Jek bisa mengumpulkan poin atau tidak. Poin adalah target, KPI, manajer, pengawas, sekaligus bos para pengemudi ojek aplikasi.

Cara lain mendapatkan poin adalah menawarkan isi ulang Go-Pay. Jika penumpang atau pemesan setuju, mereka mendapat poin tambahan. Go-Jek memang telah berkembang menjadi aplikasi teknologi keuangan sekaligus melalui Go-Pay. Konsumen didorong untuk memakai layanan ini dengan fungsi yang kian beragam, lewat penurunan tarif dibandingkan dengan jika bayar tunai. Tak hanya untuk urusan bayar ojek, Go-Pay juga menyediakan layanan isi ulang pulsa hingga bayar listrik atau BPJS. Kata Pak Syamsul, di kota selain Jakarta malah sudah ada pengemudi Go-Jek yang mencicil rumah lewat potongan langsung melalui Go-Pay.

Go-Jek sudah ada di 50 kota di Indonesia. Dari hanya tiga layanan: transportasi, logistik, dan belanja, Go-Jek kini sudah merambah ke 18 layanan dengan 15 juta pengguna per pekan dan melibatkan 900.000 pengemudi. Menurut Kompas.id, ada 100 juta transaksi setiap bulan melalui aplikasi ini antara konsumen dengan pengemudi, pengemudi dengan 125.000 toko. Go-Jek agaknya makin tergiur mengembangkan transaksi digital melalui Go-Pay untuk strategi mendatang.

Lembaga Demografi Universitas Indonesia menghitung tahun lalu dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia melalui aplikasi Go-Jek sebanyak Rp 8,2 triliun per tahun terhadap ekonomi nasional. Para mitra penyedia barang yang ada di Go-Jek juga mendapat tambahan penghasilan Rp 1,7 triliun per tahun.

Yang belum dihitung UI adalah berapa banyak usaha tanpa toko fisik yang tumbuh akibat Go-Jek. Ini penting jika kita ingin menghidupkan ekonomi berbasis digital seperti di Cina, yang membuat Amerika rikuh dan cemas, seperti tergambar dalam laporan terbaru majalah The Economist. Juga efek Go-Jek terhadap produktivitas orang Indonesia. Apakah pendapatan per kapita orang Indonesia naik akibat kerjanya menjadi produktif karena mobilisasinya lebih efektif setelah ditolong Go-Jek?

Cerita Pak Ibrahim dan Pak Syamsul selama 15 menit di kelas telah menjadi bahan pengetahuan tambahan di luar pembahasan strategi bisnis berdasarkan teori-teori hebat semacam bisnis model Osterwalder dan Pigneur (2010), atau strategi bisnis Blue Ocean dari Kim dan Mauborgne (2015), eksekusi melalui Balance Scorecard yang digagas Kaplan dan Norton (1992).

Pak Ibrahim tangkas menjawab setiap pertanyaan, bahkan ia menjawabnya dalam bahasa Inggris—bahasa pengantar belajar di BBS. Ketika teman kami, Taye, dari Korea Selatan terbata-bata bertanya dalam bahasa Indonesia, Pak Ibrahim langsung menjawabnya dalam bahasa Inggris. Sebelum bergabung dengan Go-Jek ia bekerja di sebuah perusahaan multinasional batu-bara.

“Anak saya juga di Binus. S-1 masih semester 3,” katanya. “Anak saya dua, kakaknya sudah bekerja. Pintar-pintar semua, tidak seperti bapaknya. Saya keras dalam pendidikan kepada anak-anak. Kalau mau main ada waktunya, yang penting belajar.”

Sungkem….

Tulisan ini sudah tayang di Catataniseng

Berita terkait

Gojek dan Grab Tak Berikan THR ke Driver sesuai Arahan Kemnaker, Asosiasi Driver Online: Blunder Pemerintah

51 hari lalu

Gojek dan Grab Tak Berikan THR ke Driver sesuai Arahan Kemnaker, Asosiasi Driver Online: Blunder Pemerintah

Asosiasi Driver Online atau ADO angkat bicara atas sengkarut pemberian THR kepada mitra pengemudi.

Baca Selengkapnya

Anak Driver Grab Berprestasi Raih Beasiswa, dari Penyandang Disabilitas hingga Atlet Bisbol

28 September 2023

Anak Driver Grab Berprestasi Raih Beasiswa, dari Penyandang Disabilitas hingga Atlet Bisbol

Grab Indonesia dan BenihBaik.com telah mengumumkan penerima program Beasiswa GrabScholar 2023. Beasiswa ini diberikan kepada pelajar dari jenjang pendidikan yang beragam. Mulai dari SD, SMP, SMA, hingga universitas.

Baca Selengkapnya

TKP Pembunuhan Sopir Taksi Online di Depok di Jalan Sepi, Pengurus Lingkungan Imbau Warga Pasang CCTV

6 Februari 2023

TKP Pembunuhan Sopir Taksi Online di Depok di Jalan Sepi, Pengurus Lingkungan Imbau Warga Pasang CCTV

Lokasi TKP Pembunuhan sopir taksi online Sony Rizal Taihitu di Perumahan Bukit Cengkeh 1 Jalan Nusantara RT 06 RW 15, Kelurahan Tugu, Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat hanya ada dua unit Closed Circuit Television (CCTV).

Baca Selengkapnya

Komunitas Driver Online Depok Ingin Polisi Segera Ungkap Pembunuh Tony RizaL Taihitu

24 Januari 2023

Komunitas Driver Online Depok Ingin Polisi Segera Ungkap Pembunuh Tony RizaL Taihitu

Driver online Depok Online Bersatu (DOB) mendesak aparat penegak hukum segera mengungkap kasus pembunuhan Tony Rizal Taihitu di Bukit Cengkeh, Depok.

Baca Selengkapnya

Kasus Pembunuhan Driver Taksi Online yang Mayatnya Dibuang ke BKT, 3 Pelaku Terancam Hukuman Mati

17 Oktober 2022

Kasus Pembunuhan Driver Taksi Online yang Mayatnya Dibuang ke BKT, 3 Pelaku Terancam Hukuman Mati

Modus pencurian disertai pembunuhan driver taksi online itu dilakukan para pelaku dengan meminjam ponsel milik saksi E untuk memesan kendaraan.

Baca Selengkapnya

Driver Online Curhat Penghasilan Berkurang 40 Persen Imbas Harga BBM Naik

22 September 2022

Driver Online Curhat Penghasilan Berkurang 40 Persen Imbas Harga BBM Naik

Driver online menceritakan penghasilannya menurun setelah harga Bahan Bakar Minyak atau BBM naik.

Baca Selengkapnya

Demo Driver Online, Anggota DPR Janji Temui Pengemudi pada 28 September

22 September 2022

Demo Driver Online, Anggota DPR Janji Temui Pengemudi pada 28 September

Driver online dari berbagai daerah yakni Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Bandung, berunjuk rasa di depan Gedung DPR, kemarin.

Baca Selengkapnya

Cerita Driver Online yang Tarifnya Dipotong Aplikator 35 Persen

21 September 2022

Cerita Driver Online yang Tarifnya Dipotong Aplikator 35 Persen

Pekan lalu, Driver Online Indonesia atau Drone berunjuk rasa di kantor Grab Indonesia dan Gojek.

Baca Selengkapnya

Driver Online Demo di Depan Gedung DPR Hari Ini, Berikut 3 Tuntutannya

21 September 2022

Driver Online Demo di Depan Gedung DPR Hari Ini, Berikut 3 Tuntutannya

Para pengemudi berbasis aplikasi lintas organisasi yang tergabung dalam Koalisi Driver Online (Kado) menggelar demonstrasi di depan Gedung DPR.

Baca Selengkapnya

1.000 Driver Online Demo di DPR Besok: Tuntut RUU Transportasi Online Dipercepat, Biaya Aplikasi 10 Persen

20 September 2022

1.000 Driver Online Demo di DPR Besok: Tuntut RUU Transportasi Online Dipercepat, Biaya Aplikasi 10 Persen

Para pengemudi ojol yang tergadung dalam Koalisi Driver Online (Kado) akan menggelar aksi demonstasi besok pada Rabu, 21 September 2022

Baca Selengkapnya