Sedikit Mainan Lebih Membahagiakan Anak
Reporter
Qaris Tajudin
Editor
Istiqomatul Hayati
Senin, 26 November 2018 09:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Setiap orang tua pasti ingin membahagiakan anak. Salah satunya dengan memberikan banyak mainan. Orang tua berasumsi, mainan dapat membuat anak bahagia. Padahal, ini tak sepenuhnya benar. Acapkali, mainan itu hanya bertahan berapa hari, selanjutnya terserak di berbagai tempat atau berlabuh di kotak mainan.
Anak-anak memang perlu bermain. Bahkan bisa dikatakan, seluruh waktu mereka adalah untuk bermain. Tapi, bermain tidak selalu dengan mainan yang dibeli.
“Anak-anak butuh bermain, tapi ini tidak berarti harus dengan toys,” kata Deborah MacNamara, psikolog dari Vancouver yang menulis buku manual parenting: Rest, Play, Grow. “Mereka akan mengeksplor lingkungan dan mencoba-coba apa yang menarik menurut mereka.”
Kemampuan anak-anak sangat luar biasa untuk bisa mengeksplor alam sekitar untuk dijadikan mainan dan tempat bermain. Apapun bisa mereka jadikan sebagai mainan. Syaratnya cuma satu, jangan suplai mereka dengan mainan yang sudah jadi. Minimnya mainan akan membuat mereka kreatif, bahkan sangat kreatif.
Awalnya saya meragukan ini. Tapi, belakangan saya amat mempercayainya, karena mempraktikkan secara langsung.
Kami sangat jarang membeli mainan untuk Senja (9 tahun) dan Rimba (4 tahun). Sebabnya ya tadi itu, mainan yang pernah dibelikan lebih banyak tersimpan dalam kotak, tidak dimainkan. Anak-anak malah lebih senang bermain dengan kardus bekas, botol bekas, kertas-kertas bekas.
Ada sejumlah keuntungan dari memberikan sedikit mainan:
- Memicu kreativitas
Dengan mainan yang terbatas, anak-anak bukannya berhenti bermain. Otak mereka ternyata bekerja untuk menjadikan barang-barang di sekitar sebagai bahan permainan.
Senja amat kreatif membuat mainan laptop, handphone, atau vending machine dari kardus bekas. Rimba akan ngomel-ngomel jika kami membuang kardus bekas susu yang biasa dia jadikan sebagai jalanan dan miniatur kota untuk bermain mobil diecast (ya, hanya mobil diecast yang tidak membuatnya bosan). Kemarin dia membuat roket dari bekas gulungan tisu, kertas bekas, dan bungkus permen.
- Bahagia tanpa tergantung pada benda
Membatasi membeli mainan juga melatih anak-anak untuk bisa bahagia dengan apapun yang mereka punya. Sejak dini mereka dilatih untuk sadar bahwa kebahagiaan tidak muncul dari benda (mainan). Jangan khawatir anak-anak akan menderita dengan sedikit mainan. Dari yang kami alami, anak-anak tetap bahagia dan bahkan excited dengan apapun yang mereka mainkan.
- Waktu bersama berkualitas
Membuat sendiri mainan dari barang yang ada di sekitar tidak hanya memicu kreativitas, tapi juga interaksi antara orangtua dan anak-anak. Ini terjadi karena kerap mereka membutuhkan bantuan kita untuk membuat mainan sendiri. Sangat mengasyikkan. Mereka justru lebih senang, karena bisa bermain bersama orangtua. Yang mereka butuhkan sebenarnya bukan mainan, tapi perhatian dari orangtua.
- Rumah lebih rapi
Dengan tidak terlalu banyak mainan, rumah tidak selalu berantakan. Anak-anak akan fokus pada mainan yang saat ini mereka sukai. Anak juga lebih mudah diminta merapikan sendiri mainan yang sudah dipakai, karena jumlahnya tidak banyak.
Tulisan ini sudah tayang di Almuslim