TEMPO.CO, Jakarta - Pekan lalu, saya salat Jumat di sebuah mal. Seperti beberapa mal, masjid untuk Jumatan terletak di area parkir, karena musala yang biasa dipakai untuk salat lima waktu terlalu kecil menampung begitu banyak jamaah. Area parkir yang luas disulap menjadi masjid dadakan dengan karpet hijau sebagai pelapisnya. Banyak jamaah yang tidak tertampung di atas karpet dan harus duduk mendengarkan khutbah atau salat beralaskan sajadah yang dibawa sendiri atau kertas koran.
Karena ini masih bulan haji, maka khatib berbicara tentang Nabi Ibrahim dan pengorbanan Ismail. Ketika berbicara tentang berkurban, khatib menyitir sebuah ayat di surat Al-Kautsar, surat pendek yang kerap kita baca dalam shalat. Ia mengutip ayat kedua: “Maka salatlah karena Tuhanmu dan berkurbanlah.”
Ia kemudian menjelaskan tentang bagaimana salat adalah salah satu tool untuk menjadi lebih baik. Salat bisa mencegah kita dari berbuat keji dan munkar, salat bisa memicu hati kita untuk berbuat baik, dan sebagainya.
Kelar khutbah, imam yang memimpin salat membaca beberapa ayat di surat Al-Baqarah tentang haji dan beberapa ayat setelahnya. Ia juga membaca ayat 153 yang artinya:
“Dan mintalah pertolongan dengan salat dan kesabaran. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bersabar.”
Ayat ini klop dengan isi khutbah tadi. Salat bisa dipakai sebagai sarana untuk minta tolong kepada Allah SWT. Dengan salat kita mendapatkan bantuan untuk menjadi orang yang lebih baik. Salat adalah sebuah sarana untuk melatih diri menjadi orang yang lebih humble/rendah hati (khusyuk) dan menjadi orang yang tenang (tuma’ninah). Keduanya penting untuk menjadi orang yang lebih baik.
Setelah salat selesai, jamaah berduyun-duyun keluar dari tempat parkir dan kembali ke bisnis masing-masing, seperti yang digambarkan oleh Allah dalam surat Al-Jumuah. “Jika kau telah selesai melakukan salat Jumat, maka bertebaranlah di muka bumi untuk mencari karunia Allah (rejeki).”
Saya keluar agak belakangan karena malas berdesak-desakan saat turun melalui eskalator. Ketika sudah sepi, baru terlihat sampah koran bekas salat ada di mana-mana. Mereka yang telah menggunakannya mungkin berpikir, buat apa koran dibawa lagi, toh sudah dipakai. Biarkan saja di sana, toh nanti ada petugas kebersihan yang mengambilnya. Kalau benar begitu, lalu apa makna khutbah tadi, bahwa shalat bisa membuat kita menjadi lebih baik? “Kalau setelah salat masih berbuat buruk, berarti shalatnya kurang betul,” kata sang khatib.
Saya tidak mau menghakimi ibadah mereka. Saya hanya memunguti koran itu satu per satu dan berharap mereka yang tadi memakainya melihat dan merasa bahwa mereka seharusnya tidak meninggalkan itu semua di sana.
Tulisan ini sudah tayang di Almuslim